rumahperempuandananak.or.id – Masa pandemi yang berlangsung begitu panjang banyak membawa pengaruh dan perubahan di semua lini dan bidang. Tidak hanya mempengaruhi pola ekonomi atau kebiasaan, bahkan pola perilaku manusia juga banyak terdampak akibat pandemi ini.
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi adalah PHK yang akhir-akhir ini sangat marak terjadi. PHK yang dilakukan oleh beberapa perusahaan tentunya berdampak pada pola ekonomi keluarga. Secara tidak langsung juga masa pandemi banyak membawa perubahan-perubahan kecil kepada anak-anak.
Mengamati fenomena tersebut, Pengurus Pusat Rumah Perempuan dan Anak menggelar diskusi online melalui virtual zoom meeting dengan mengangkat tema “Realitas Implementasi Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), Sudah Optimalkah?” untuk mengetahui sejauh mana masyarakat memiliki peran dalam memberikan perlindungan kepada anak selama pandemi Covid-19, Rabu (09/02/2022) sekira pukul 19.30 WIB.
Kegiatan tersebut dipandu oleh Mamay Muthmainnah Pengurus RPA Pusat, Nidhomatum selaku moderator serta turut mengundang Siti Khoiriah SHI.MH Ketua Bidang Riset dan Kajian PW RPA Lampung sebagai narasumber dan dihadiri oleh beberapa Pengurus Cabang RPA dari beberapa daerah di Indonesia.
Saat kegiatan berlangsung, Siti Khoiriah menjelaskan, jika kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap anak sangat tinggi maka kekerasan ataupun pelanggaran terhadap anak juga pasti akan berkurang. Bahkan cara berfikir dan menyentuh sisi psikologis pun mampu merubah seseorang tersebut agar merasa mempunyai peran penting dalam hal perlindungan anak.
“Ini harusnya menjadi konsumsi publik yang mana masyarakat harus aware. Dimana akan banyak orang yang tau dan sadar sejauh mana perilaku atau perbuatannya termasuk pelanggaran terhadap hak anak,” ungkap Siti Khoiriah yang juga menjabat sebagai Dosen Universitas Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Masih kata Siti Khoiriah, pelanggaran hak terhadap anak bisa ditemui saat seorang ibu yang membawa anaknya bekerja. Mayoritas seorang ibu yang membawa anaknya untuk ikut berkerja dikarenakan tidak ada pengasuh di rumah. Padahal dengan membawa anak bekerja sudah bisa dikatakan sebagai tindakan yang merenggut hak anak.
“Kalau anak dibawa ikut kerja, bagaimana dengan haknya untuk istirahat, haknya untuk bermain, haknya untuk berinteraksi dengan teman-temannya. Itu haknya sudah terlanngar dan tentunya tempat kerja memang kurang nyaman untuk anak-anak,” tegasnya.
Menurutnya, peraturan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sejak tahun 2016 dan di perbaharui pada tahun 2021 ini merupakan gerakan dari jaringan atau kelompok warga yang saling berkoordinasi dan bekerja untuk melakukan perlindungan kepada anak.
“PATBM merupakan inisiasi masyarakat sebagai ujung tombak melakukan upaya-upaya pencegahan dengan membangun kesadaran masyarakat agar terjadi perubahan pemahaman sikap dan perilaku terhadap perlindungan kepada anak,” pungkasnya.
Siti Khoiriah juga menambahkan bahwa RPA harus ikut andil dalam menghantarkan konsolidasi politik RUU PKS ini. Namun lebih dari itu, RPA juga perlu melakukan kegiatan di ruang-ruang publik dengan cara memberikan edukasi-edukasi flyer tentang gerakan perlindungan anak.
“Jika ruang-ruang publik seperti UMKM, tempat wisata ataupun warung ada flyer atau poster tentang pentingnya perlindungan anak itu hasilnya pun akan sangat signifikan. Tentunya ide itu pertama kali di pelopori oleh RPA,” jelasnya. (MediaRPA)